Fauzi Saleh, contoh
seorang pengusaha sukses sekaligus dermawan. Ini berkat kompak dengan
karyawannya. Derai tawa dan gaya bicaranya yang khas menjadi ciri khas
H. Fauzi Saleh dalam meladeni tamunya. Pengusaha perumahan mewah Pesona
Depok dan Pesona Khayangan yang hanya lulusan SMP tersebut memang lahir
dan dibesarkan di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Setamat dari SMP pada
tahun 1966, beliau telah merasakan kerasnya kehidupan di ibukota. Saat
itu Fauzi terpaksa bekerja sebagai pencuci mobil di sebuah bengkel
dengan gaji Rp 700 per minggu. Bahkan delapan tahun silam, dia masih
dikenal sebagai penjaga gudang di sebuah perusahaan. Tapi, kehidupan
ibarat roda yang berputar.
Sekarang
posisi ayah 6 anak yang berusia 45 tahun ini sedang berada diatas. Pada
suatu saat di hari ulang tahunnya, pria bertubuh kecil ini memberikan
50 unit mobil kepada 50 dari sekitar 100 karyawan tetapnya. Selain itu
para karyawan tetap dan sekitar 2.000 buruh mendapat bonus sebulan gaji.
Total Dalam setahun, karyawan dan buruhnya mendapat 22 kali gaji
sebagai tambahan, 3 bulan gaji saat Idul Fitri, 2 bulan gaji saat bulan
Ramadhan dan Hari Raya Haji, dan 1 bulan gaji saat 17 Agustus, tahun
baru dan hari ulang tahun Fauzi. Selain itu, setiap karyawan dan buruh
mendapat Rp5.000 saat selesai shalat Jumat dari masjid miliknya di
kompleks perumahan Pesona Depok.
Sikap dermawan ini tampaknya tak
lepas dari pandangan Fauzi, yang menilai orang-orang yang bekerja
padanya sebagai kekasih. “Karena mereka bekerjalah saya mendapat
rezeki.”, katanya. Manajemen kasih sayang yang diterapkan Fauzi ternyata
ampuh untuk memajukan perusahaan. Seluruh karyawan bekerja
bahu-membahu. “Mereka seperti bekerja di perusahaan sendiri,” katanya.
Prinsip manajemen “Bismillah” itu
telah dilakukan ketika mulai berusaha pada tahun 1989 silam, yaitu
setelah dia berhenti bekerja sebagai petugas keamanan. Berbekal uang
simpanan dari hasil ngobyek sebagai tukang taman, sebesar Rp30 juta,
beliau kemudian membeli tanah 6 x 15 meter sekaligus membangun rumah di
jalan Jatipadang, Jakarta Selatan.
Untuk menyiapkan rumah itu secara
utuh diperlukan tambahan dana sebesar 10 juta. Meski demikian, Fauzi
tidak berputus asa. Setiap malam jumat, Fauzi dan pekerjanya sebanyak 12
orang, selalu melakukan wirid Yasiin, zikir dan memanjatkan doa agar
usaha yang sedang mereka rintis bisa berhasil. Mungkin karena usaha itu
dimulai dengan sikap pasrah, rumah itupun siap juga. Nasib baik memihak
Fauzi. Rumah yang beliau bangun itu laku Rp51 juta.
Uang hasil penjualan itu
selanjutnya digunakan untuk membeli tanah, membangun rumah, dan menjual
kembali. Begitu seterusnya, hingga pada 1992 usaha Fauzi membesar. Tahun
itu, lewat PT. Pedoman Tata Bangun yang beliau dirikan, Fauzi mulai
membangun 470 unit rumah mewah Pesona Depok 1 dan dilanjutkan dengan 360
unit rumah pesona Depok 2. Selanjutnya dibangun pula Pesona Khayangan
yang juga di Depok. Kini telah dibangun Pesona Khayangan 1 sebanyak 500
unit rumah dan pesona khayangan 2 sebanyak 1100 unit rumah. Sedangkan
pesona khayangan 3 dan 4 masih dalam tahap pematangan tanah.
Harga rumah group pesona milik
Fauzi tersebut antara Rp200 juta hingga Rp600 juta per unit. Yang
menarik tradisi pengajian setiap malam jumat yang dilakukannya sejak
awal, tidak ditinggalkan. Sekali dalam sebulan, dia menggelar pengajian
akbar yang disebut dengan pesona dzikir yang dihadiri seluruh buruh,
keluarga dan kerabat di komplek pesona khayangan pada beberapa waktu
lalu, ada sekitar 4.000 orang yang hadir.
Setiap orang yang hadir mendapatkan
sarung dan 3 stel gamis untuk shalat. Setelah itu, ketika beranjak
pulang, setiap orang tanpa kecuali, diberi nasi kotak dan uang Rp10.000.
tidak mengherankan, suasana berlangsung sangat akrab. Mereka saling
bersalaman dan berpelukan. Tidak ada perbedaan antara bawahan dan
atasan. Menurut Fauzi, beliau sendiri tidak pernah membayangkan akan
menjadi seperti ini.
“Ini semua dari Allah. Saya tidak
ada apa-apanya,” kata pria yang sehari-hari berpenampilan sederhana ini.
Karena menyadari bahwa semua harta itu pemberian Allah, Fauzi tidak
lupa mengembalikannya dalam bentuk infak dan shadaqoh kepada yang
membutuhkan. Tercatat, beberapa masjid telah dia bangun dan sejumlah
kaum dhuafa dan janda telah disantuninya.
Usaha yang dijalankannya tersebut,
menurut Fauzi ibarat menanam padi. “Dengan bertanam padi, rumput dan
ilalang akan tumbuh. Ini berbeda kalau kita bertanam rumput, padi tidak
akan tumbuh,” kata Fauzi. Artinya, Fauzi tidak menginginkan hasil usaha
untuk dirinya sendiri. “Saya hanya mengambil, sekedarnya, selebihnya
digunakan untuk kesejahteraan karyawan dan sosial,” ucapnya. Sekitar 60 %
keuntungan digunakan untuk kegiatan sosial, sedangkan selebihnya
dipakai sebagai modal usaha. Sejak empat tahun lalu, ada Rp70 milyar
yang digunakan untuk kegiatan sosial.
“Jadi, keuntungan perusahaan ini
adalah nol. Jika setiap bangun pagi, kita bisa mensyukuri dengan tulus
apa yang telah kita miliki hari ini, niscaya sepanjang hari kita bisa
menikmati hidup ini dengan bahagia” tutup Fauzi. (*/dari berbagai
sumber)