22 Oktober, 2011

Fauzi Saleh, Bos Properti yang Sebelumnya Penjaga Gudang

Fauzi Saleh, contoh seorang pengusaha sukses sekaligus dermawan. Ini berkat kompak dengan karyawannya. Derai tawa dan gaya bicaranya yang khas menjadi ciri khas H. Fauzi Saleh dalam meladeni tamunya. Pengusaha perumahan mewah Pesona Depok dan Pesona Khayangan yang hanya lulusan SMP tersebut memang lahir dan dibesarkan di kawasan Tanah Abang, Jakarta. Setamat dari SMP pada tahun 1966, beliau telah merasakan kerasnya kehidupan di ibukota. Saat itu Fauzi terpaksa bekerja sebagai pencuci mobil di sebuah bengkel dengan gaji Rp 700 per minggu. Bahkan delapan tahun silam, dia masih dikenal sebagai penjaga gudang di sebuah perusahaan. Tapi, kehidupan ibarat roda yang berputar.

pesona_depokSekarang posisi ayah 6 anak yang berusia 45 tahun ini sedang berada diatas. Pada suatu saat di hari ulang tahunnya, pria bertubuh kecil ini memberikan 50 unit mobil kepada 50 dari sekitar 100 karyawan tetapnya. Selain itu para karyawan tetap dan sekitar 2.000 buruh mendapat bonus sebulan gaji. Total Dalam setahun, karyawan dan buruhnya mendapat 22 kali gaji sebagai tambahan, 3 bulan gaji saat Idul Fitri, 2 bulan gaji saat bulan Ramadhan dan Hari Raya Haji, dan 1 bulan gaji saat 17 Agustus, tahun baru dan hari ulang tahun Fauzi. Selain itu, setiap karyawan dan buruh mendapat Rp5.000 saat selesai shalat Jumat dari masjid miliknya di kompleks perumahan Pesona Depok.

Sikap dermawan ini tampaknya tak lepas dari pandangan Fauzi, yang menilai orang-orang yang bekerja padanya sebagai kekasih. “Karena mereka bekerjalah saya mendapat rezeki.”, katanya. Manajemen kasih sayang yang diterapkan Fauzi ternyata ampuh untuk memajukan perusahaan. Seluruh karyawan bekerja bahu-membahu. “Mereka seperti bekerja di perusahaan sendiri,” katanya.

Prinsip manajemen “Bismillah” itu telah dilakukan ketika mulai berusaha pada tahun 1989 silam, yaitu setelah dia berhenti bekerja sebagai petugas keamanan. Berbekal uang simpanan dari hasil ngobyek sebagai tukang taman, sebesar Rp30 juta, beliau kemudian membeli tanah 6 x 15 meter sekaligus membangun rumah di jalan Jatipadang, Jakarta Selatan.

Untuk menyiapkan rumah itu secara utuh diperlukan tambahan dana sebesar 10 juta. Meski demikian, Fauzi tidak berputus asa. Setiap malam jumat, Fauzi dan pekerjanya sebanyak 12 orang, selalu melakukan wirid Yasiin, zikir dan memanjatkan doa agar usaha yang sedang mereka rintis bisa berhasil. Mungkin karena usaha itu dimulai dengan sikap pasrah, rumah itupun siap juga. Nasib baik memihak Fauzi. Rumah yang beliau bangun itu laku Rp51 juta.

Uang hasil penjualan itu selanjutnya digunakan untuk membeli tanah, membangun rumah, dan menjual kembali. Begitu seterusnya, hingga pada 1992 usaha Fauzi membesar. Tahun itu, lewat PT. Pedoman Tata Bangun yang beliau dirikan, Fauzi mulai membangun 470 unit rumah mewah Pesona Depok 1 dan dilanjutkan dengan 360 unit rumah pesona Depok 2. Selanjutnya dibangun pula Pesona Khayangan yang juga di Depok. Kini telah dibangun Pesona Khayangan 1 sebanyak 500 unit rumah dan pesona khayangan 2 sebanyak 1100 unit rumah. Sedangkan pesona khayangan 3 dan 4 masih dalam tahap pematangan tanah.

Harga rumah group pesona milik Fauzi tersebut antara Rp200 juta hingga Rp600 juta per unit. Yang menarik tradisi pengajian setiap malam jumat yang dilakukannya sejak awal, tidak ditinggalkan. Sekali dalam sebulan, dia menggelar pengajian akbar yang disebut dengan pesona dzikir yang dihadiri seluruh buruh, keluarga dan kerabat di komplek pesona khayangan pada beberapa waktu lalu, ada sekitar 4.000 orang yang hadir.

Setiap orang yang hadir mendapatkan sarung dan 3 stel gamis untuk shalat. Setelah itu, ketika beranjak pulang, setiap orang tanpa kecuali, diberi nasi kotak dan uang Rp10.000. tidak mengherankan, suasana berlangsung sangat akrab. Mereka saling bersalaman dan berpelukan. Tidak ada perbedaan antara bawahan dan atasan. Menurut Fauzi, beliau sendiri tidak pernah membayangkan akan menjadi seperti ini.

“Ini semua dari Allah. Saya tidak ada apa-apanya,” kata pria yang sehari-hari berpenampilan sederhana ini. Karena menyadari bahwa semua harta itu pemberian Allah, Fauzi tidak lupa mengembalikannya dalam bentuk infak dan shadaqoh kepada yang membutuhkan. Tercatat, beberapa masjid telah dia bangun dan sejumlah kaum dhuafa dan janda telah disantuninya.

Usaha yang dijalankannya tersebut, menurut Fauzi ibarat menanam padi. “Dengan bertanam padi, rumput dan ilalang akan tumbuh. Ini berbeda kalau kita bertanam rumput, padi tidak akan tumbuh,” kata Fauzi. Artinya, Fauzi tidak menginginkan hasil usaha untuk dirinya sendiri. “Saya hanya mengambil, sekedarnya, selebihnya digunakan untuk kesejahteraan karyawan dan sosial,” ucapnya. Sekitar 60 % keuntungan digunakan untuk kegiatan sosial, sedangkan selebihnya dipakai sebagai modal usaha. Sejak empat tahun lalu, ada Rp70 milyar yang digunakan untuk kegiatan sosial.

“Jadi, keuntungan perusahaan ini adalah nol. Jika setiap bangun pagi, kita bisa mensyukuri dengan tulus apa yang telah kita miliki hari ini, niscaya sepanjang hari kita bisa menikmati hidup ini dengan bahagia” tutup Fauzi. (*/dari berbagai sumber)

09 Oktober, 2011

Civil Engineer is (must) knowledgeable, skillful, attitudes


The civil engineer is knowledgeable. He or she understands the


theories, principles, and/or fundamentals of:
•     Mathematics, physics, chemistry, biology, mechanics, and materials, which are the foundation of engineering
•     Design of structures, facilities, and systems
•     Risk/uncertainty, such as risk identifcation, data-based and knowledge-based types, and probability and statistics
•     Sustainability,  including social, economic, and physical dimensions
•     Public policy and administration, including elements such as the political process, laws and regulations, and funding
mechanisms
•     Business basics,  such as legal forms of ownership, proft, income statements and balance sheets, decision or engineering economics, and marketing
•     Social sciences, including economics, history, and sociology
•     Ethical behavior, including client confdentiality, codes of ethics within and outside of engineering societies, anti-corruption and the differences between legal requirements and ethical expectations, and the profession’s responsibility to hold paramount public health, safety, and welfare

The civil engineer is skillful. He or she knows how to:
•     Apply basic engineering tools, such as statistical analysis, computer models, design codes and standards, and project monitoring methods
•     Learn about, assess, and master new technology to enhance individual and organizational effectiveness and effciency
•     Communicate with technical and non-technical audiences, convincingly and with passion, through listening, speaking,
writing, mathematics, and visuals
•     Collaborate on intra-disciplinary, cross-disciplinary, and multi-disciplinary traditional and virtual teams8
•     Manage tasks, projects, and programs to provide expected deliverables while satisfying budget, schedule, and other constraints
•     Lead by formulating and articulating environmental, infrastructure, and other improvements and build consensus
by practicing inclusiveness, empathy, compassion, persuasiveness, patience, and critical thinking

The civil engineer embraces  attitudes conducive to effective professional practice. He or she exhibits:
•     Creativity and  entrepreneurship that leads to proactive identifcation of possibilities and opportunities and taking
action to develop them
•     Commitment to ethics, personal and organizational goals, and worthy teams and organizations
•     Curiosity, which is a basis for continued learning, fresh approaches, development of new technology or innovative
applications of existing technology, and new endeavors
•     Honesty and  integrity—telling the truth and keeping one’s word.
•     Optimism in the face of challenges and setbacks, recognizing the power inherent in vision, commitment, planning,
persistence, fexibility, and teamwork
•     Respect for and tolerance of the rights, values, views, property,
possessions, and sensitivities of others
•     Thoroughness and  self-discipline in keeping with the public health, safety, and welfare implications for most engineering projects and the high-degree of interdependence within project teams and between teams and their stakeholders

source : ASCE
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

Share |