27 Februari, 2011

PERUBAHAN TATA RUANG KABUPATEN JEPARA DITINJAU DARI KEBUTUHAN SARANA DAN PRASARANA AKIBAT PEMBANGUNAN PLTN

Miftah Hazmi (10308073)

Mahasiswa SarMag Teknik Sipil angkatan 2008, Universitas Gunadarma

Abstrak

Kelangkaan sumber daya energi pada saat ini mulai dirasakan di seluruh dunia, tak terkecuali di Indonesia Hasil studi menunjukkan bahwa pemakaian total kebutuhan energi final di Indonesia (termasuk energi non-komersial) mengalami kenaikan sekitar 2 kali lipat dari 4028,4 Pica Joule (PJ) pada tahun 2000 menjadi 8145,6 PJ pada tahun 2025 dengan asumsi bahwa tidak ada perubahan urutan sektor ekonomi berdasarkan pemakaian energi final selama masa 2000 – 2025[1]. Hal ini melatar belakangi terbitnya Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Rencana pembangunan infrastruktur nuklir ini berkaitan pula dengan penataan ruang, khususnya yang menjadi wilayah pembangunan infrastruktur ini. Rencana tata ruang ini mengacu pada UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. akibat pemanfaatan ruang tersebut maka berkontribusi merubah pola pemanfaatan ruang kawasan budi daya pertanian Kabupaten Jepara dalam kisaran 4-11%. Perbandingan pertumbuhan penduduk secara alamiah pertumbuhan penduduk dengan kehadiran PLTN meningkat sebesar 1,15 kali lipat. 60% pekerja akan tinggal di Kecamatan Kembang dan Kecamatan tetangga masing-masing sebanyak 10% (Jupiter SP dan Heni S).

Kata Kunci : Pembangunan Nasional, PLTN, Tata Ruang, Sarana Prasarana,

1. PENDAHULUAN

Peraturan Pemerintah No. 5, Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional yang mengalokasikan kontribusi Energi baru terbarukan terhadap kebutuhan energi nasional sebesar 17% dan 5% di antaranya berasal dari energi nuklir. Sehingga perlu ada pembangunan infrastruktur untuk memadai penggunaan energi nuklir. Pembangunan ini pun harus mengacu pada UU no. 25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan. Rencana pembangunan infrastuktur nuklir ini merupakan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025 yang tertuang dalam UU No 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. UU No 17 tahun 2007 menjabaran dan pelaksanaan RPJPN 2005-2025 ke dalam 4 periode yaitu Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) dalam: (1) tahap pertama, 2005-2009; (2) tahap kedua, 2010-2014; (3) tahap ketiga, 2015-2019; dan (4) tahap keempat, 2020-2024. Jadwal pembangunan PLTN ini dapat dilihat pada Gambar 1.

clip_image002

Gambar 1 Jadwal pembangunan PLTN. 5

Skema keterkaitan antara Kebijakan Energi Nasional, Rencana Pembangunan dan Rencana tata ruang.

clip_image004

Gambar 2. Skema Keterkaitan Kebijakan Energi Nasional, Rencana Pembangunan, Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025 dan Rencana Tata Ruang.

2. PERMASALAHAN

Tiga lokasi di Semenanjung Muria, Jepara, Jawa Tengah, ditetapkan sebagai lokasi pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir milik Indonesia. Tiga lokasi tersebut antara lain Ujung Lemahabang, Ujung Latu, dan Ujung Greng-grengan. Ujung Lemahabang menjadi lokasi reaktor pertama dari empat reaktor yang dibangun.[2]

a. Perubahan Pemanfaatan Ruang Untuk Pembangunan Kawasan PLTN

1. Pembangunan PLTN secara fisik di Desa Balong, Semenenjung Muria menyebabkan perubahan pemanfaatan ruang di kawasan tersebut yaitu terjadinya konversi lahan dari lahan perkebunan menjadi lahan industri PLTN. Sesuai dengan skenario pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir di Ujung Lemahabang, maka untuk pertama sekali akan dibangun 2 buah PLTN berkapasitas sedang yaitu 1000 MWe. Selanjutnya akan dikembangkan sampai 8 unit dengan kapasitas total 7200 MWe. Seluruh PLTN akan dibangun di atas lahan seluas 4.25 km2. Kawasan tersebut dipakai untuk masing-masing site terdiri dari gedung untuk Drywell Building , Reactor Building, Turbine Building ,Intake Structure, Fuel Building, and Diesel Generator Building. Umumnya PLTN memiliki kawasan yang kompak yaitu sekitar 500 sampai 1000 acres termasuk Ekslusif Area.[3] akibat pemanfaatan ruang tersebut maka berkontribusi merubah pola pemanfaatan ruang kawasan budi daya pertanian Kabupaten Jepara dalam kisaran 4-11% (Jupiter SP dan Heni S).

b. Perubahan Pemanfaatan Ruang Oleh Penduduk Alamiah

Pertumbuhan penduduk secara alamiah didekati dengan menggunakan model geometri berdasarkan data penduduk dari tahun 2000 sampai 2005. Dari hasil estimasi penduduk dapat didapatkan grafik sebagai berikut.

clip_image006

Gambar 2 Grafik pertumbuhan penduduk Kabupaten Jepara per Kecamatan secara geometri dari Tahun 2005 s/d 2020.4

Perbandingan pertumbuhan penduduk secara alamiah pertumbuhan penduduk dengan kehadiran PLTN meningkat sebesar 1,15 kali lipat. Hal ini berarti kontribusi pembangunan PLTN terhadap perubahan pola pemanfaatan ruang kawasan budi daya non-pertanian pemukiman adalah sebesar 15% persen (Jupiter SP dan Heni S).

clip_image008

Gambar 3 Sebaran spasial pertumbuhan penduduk di Kabupaten Jepara4

c. Kebutuhan Tenaga Kerja

Perkiraan kebutuhan tenaga kerja untuk suatu PLTN diestimasi berdasarkan Technical Report Series No. 200 yang dikeluarkan IAEA. Secara grafik kebutuhan tenaga kerja tersebut ditunjukkan pada Gambar 4. Dengan mengasumsikan jadwal pembangunan PLTN seperti diagram pada Gambar 5.

clip_image010

Gambar 4 Grafik kebutuhan tenaga kerja untuk pembangunan satu PLTN 1000 MW. 5

60% pekerja akan tinggal di Kecamatan Kembang dan Kecamatan tetangga masing-masing sebanyak 10% (Jupiter SP dan Heni S).

3. KESIMPULAN

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Jupiter SP dan Heni S dampak dari pembangunan PLTN terhadap perubahan tata ruang kabupaten jepara ditinjau dari kebutuhan sarana dan prasarana adalah:

1. Pembangunan PLTN di wilayah Jepara ini memberikan efek dalam pemanfaatan tata ruang.

2. Diperlukan kebijakan-kebijakan yang terpadu untuk mengelola pembangunan sarana dan prasarana, pemanfaatan lahan dan kekayaan sumber daya alam Kabupaten Jepara sehingga terdapat keseimbangan pembangunan antar wilayah kecamatan di Kabupaten Jepara sehingga penduduk dapat terdistribusi secara merata di berbagai wilayah Kecamatan di Kabupaten Jepara.

3. Dibutuhkan penyusunan rencana tata ruang khususnya dibidang sarana dan prasarana yang menyeluruh.

4. Penyelenggaraan sosialisasi kepada warga kabupaten Jepara mengenai pentingnya penataan ruang akibat pembangunan PLTN.

5. Memprioritaskan pembangunan sarana dan prasarana pada wilayah ini.

6. Penyusunan hukum-hukum dan ketegasan sanksi mengenai pemanfaatan ruang akibat pembangunan PLTN secara hierarki.

4. PERATURAN-PERATURAN YANG TERKAIT :

1. Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional.

2. UU No. 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 15 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang.

4. UU No 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025.

5. UU no. 25 tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan.

6. UU Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1997 Tentang Ketenaganukliran

7. Kep Pres Republik Indonesia No. 76 Tahun 1998 tentang Badan Pengawas Tenaga Nuklir.


[1] BATAN-IAEA, Comprehensive Assessment of Different Energy Sources For Electricity Generation in Indonesia, Project Report INS/0/016, Indonesia, 2002

[2] http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2006/06/30/brk,20060630-79592,id.html

[3]Jupiter SP dan Heni S. 2008. “Dampak Pembangunan PLTN Terhadap Perubahan Tata Ruang Kabupaten Jepara Ditinjau dari Kebutuhan Sarana dan Prasarana”. Seminar Nasional dan Workshop Pengelolaan Limbah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

AddThis

Share |